Kamis, 22 Januari 2015

ETIKA DALAM FOTOGRAFI

ETIKA DALAM FOTOGRAFI


       APAKAH ada kode etik dalam duniafotografi? Jawabnya, tentu saja ada. Sekalipun bagi para fotografer diIndonesia, kode etik itu belum tertulis secara formal, tapi baru dalam tahapansekadar ‘sesuatu yang dipahami’. Artinya, sampai hari ini kode etik tersebutmasih sampai pada tataran ‘sekadar pegangan’ yang tidak memiliki kekuatanmengikat.

       Tapitidak demikian halnya dengan fotografer yang terlibat di dalam kerjajurnalistik. Para wartawan atau jurnalis foto dalam melaksanakan kerjaprofesinya sebagai wartawan telah terikat dengan suatu kode etik jurnalistik(kewartawanan) yang tidak hanya ‘harus dipahami’, tetapi juga harus dipatuhi.Dengan kata lain, setiap wartawan foto dalam kerja profesinya senantiasa harusberpegangan dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam kode etiktersebut.
Persoalanetika di dalam dunia fotografi, hingga hari ini memang selalu menjadi bahanperdebatan dan pergunjingan yang menarik. Di luar negeri misalnya, cara kerjapara paparazi (fotografer bebas) yang sering mengabaikan etika dan melanggarhak pribadi orang lain, banyak mendapat protes dan kecaman.

Jangan Melanggar HakPribadi
   
       Sekalipunbelum ada kode etik yang tertulis secara formal, tapi setiap fotografer dalamkerjanya dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi atau menghormatinorma-norma dan nilai-nilai etika yang ada di masyarakat. Hal utama yang harusdiperhatikan ketika melakukan kerja profesinya adalah menghindariperbuatan-perbuatan yang melanggar hak pribadi orang lain.
Hakpribadi orang lain itu dilindungi oleh hukum. Seseorang yang hak pribadinyamerasa telah dilanggar oleh seorang fotografer melalui karya fotonya, berhakmemperkarakan fotografer itu secara hukum. Hak pribadi itu misalnya, hak untukberbuat apapun di dalam rumahnya sendiri, sejauh hak itu tidak bertentangandengan hukum.

       Jadi,apabila seorang fotografer dengan cara menyelinap telah memotret sepasangsuami-isteri yang sedang bermesraan di rumahnya sendiri, maka perbuatan itudikategorikan sebagai pelanggaran etika yang berat. Bahkan, tindakan itu jugamerupakan perbuatan melawan hukum yang bisa dipidanakan.
Persoalannyatentu akan berbeda jika pasangan suami-isteri itu ‘bermesraan’ di area publikyang terbuka, misalnya di taman-taman kota yang ramai pengunjungnya, dipusat-pusat keramaian,di pinggir-pinggir jalan, dan di tempat-tempat yang bisadisaksikan orang-orang lain. Dengan bermesraan di area terbuka atau areapublik, maka si pelaku, apakah mereka pasangan suami-isteri yang sah ataupasangan cinta lainnya telah kehilangan ‘hak pribadi’ atau ‘hak-hak hukum’nya.Mereka telah melepaskan hak-hak itu untuk diketahui atau ditonton olehmasyarakat luas.
Jikaperistiwa semacam itu ditemukan oleh seorang fotografer, maka perbuatanfotografer (memotret) tersebut tidak dapat dikatakan telah melanggar hakpribadi orang lain. Terlebih lagi bila si fotografer itu adalah seorangwartawan foto, sehingga peristiwa yang terekam di dalam kameranya itu kemudianmuncul di media surat kabar, majalah dan semacamnya, maka si ‘objek’ tidak bisamenuntutnya secara hukum. Meskipun kemudian foto yang dimuat itu telah dilihatribuan pembaca, wartawan foto dan medianya tidak bisa dituntut telah melakukanperbuatan pencemaran nama baik atau perbuatan yang tidak menyenangkan.

       Akantetapi media pers bersangkutan harus berhati-hati dalam menentukan pilihanterhadap foto-foto yang akan dimuat. Sebab, apabila tidak berhati-hati dalammemuat fotonya, media pers tersebut bisa terjerat ke perangkap hukum. Kalaupilihan foto yang dimuat adalah foto yang menampilkan adegan penuh birahi atausarat dengan kesan pornografi, maka media pers dan si wartawan foto bisadijerat dengan pasal melanggar kesusilaan serta menyebarluaskan fornografi.Larangan wartawan dan media pers menyebarluaskan hal-hal yang melanggarkesusilaan dan pornografi itu tidak saja tertera di dalam kode etikjurnalistik, tetapi juga di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentangPers.

Menolong atauMemotret?
     
       Menolongatau memotret? Ini adalah pertanyaan manusiawi yang muncul di benak setiapfotografer, terutama wartawan foto, ketika menjumpai suatu peristiwa yangberhubungan dengan keselamatan jiwa orang lain. Bahkan, tidak sedikit pihakyang mencela bahwa wartawan foto tidak memiliki rasa kemanusiaan, karena lebihmementingkan bidikan kameranya dibanding jiwa atau nyawa korban yang tergeletakdi depannya.
Dalambanyak kasus yang berhubungan dengan keselamatan jiwa orang lain itu, wartawanfoto (forografer) memang sering dihadapkan pada persoalan batin yang sulit.Tugas utama wartawan foto adalah memotret. Kewajiban profesinya sebagaiwartawan foto yang bertugas memotret telah membuatnya terpaksa harusmengenyampingkan naluri kemanusiaannya untuk menolong. Sekalipun mungkin,langkahnya itu telah mengakibatkan jiwa orang lain menjadi tidak bisa tertolonglagi.
Dalampersoalan batin yang sulit seperti itu, ada beberapa contoh kasus yang menarikuntuk disimak. Salah sari di antaranya kisah yang dialami Kevin Carter, seorangwartawan foto lepas dari Kantor Berita Reuters dan Sygma Photos New York diAfrika Selatan. Tahun 1993 ia mendapat tugas dari Reuters untuk meliput kasus kelaparan yang terjadi di Sudan.

       Salah satu foto hasil liputannya di Sudan itu telah mendapatkan Hadiah Pulitzer tahun1994. Hadiah Pulitzer merupakan penghargaan paling bergengsi bagi insan pers di Amerika Serikat. Foto Kevin Carter yang meraih Hadiah Pulitzer itu menampilkangambar seorang anak kecil yang kurus kering karena kelaparan tertunduk takberdaya di jalanan sunyi. Sedang hanya beberapa langkah di belakang anak kecilitu terdapat seekor burung pemakan bangkai. Burung itu seperti sedang menunggukesempatan untuk melahapnya. Anak kecil yang tak berdaya itu sebelumnyaterjatuh dari atas kendaraan yang membawa rombongan penduduk yang menuju keposko pembagian makanan. Entah mengapa tidak seorang pun dalam rombonganpenduduk tersebut yang mengetahui jika anak kecil itu terjatuh dan tertinggal.
     
       KevinCarter yang melihat si anak terjatuh dan tertinggal, kemudian ditunggui seekorburung pemakan bangkai, tidak mensia-siakan moment yang menarik itu. Ialangsung memotretnya. Sehabis memotret beberapa kali, ia pun segera bergegasmeninggalkan anak kecil itu, karena ingin secepatnya sampai di lokasi poskopembagian makanan, agar tidak tertinggal peristiwa-peristiwa menarik lainnya.
Tapibeberapa hari kemudian, Kevin Carter dilanda kegelisahan dan penyesalan yangdalam. Ia gelisah memikirkan nasib anak kecil kurus tak berdaya yang tertundukdi jalanan kering dan ditunggui seekor burung pemakan bangkai itu. Dalampikirannya, anak kecil itu kemudian meninggal dan disantap burung pemakanbangkai. Ia dilanda perasaan bersalah yang sangat besar.

       Perasaanbersalah karena tidak menyelamatkan anak kecil itu terus dibawanya sampai padasaat menerima Hadiah Pulitzer tersebut di New York pada tanggal 23 Mei 1994.Hadiah penghargaan bergengsi itu tidak mampu menghapus perasaan bersalah yangmenyesak-nyesak di dadanya. Kevin Carter benar-benar mengalami penderitaanbatin yang dahsyat, Klimaksnya, dua bulan kemudian, tepatnya di bulan Juli1994, ia ditemukan tewas di rumahnya, di Johannesburg, Afrika Selatan. Ia tewasbunuh diri dengan meninggalkan selembar surat. Di dalam surat terakhirnya itu,Kevin Carter menyatakan dirinya tidak kuat mengalami penderitaan batin karenatelah mengutamakan profesinya dibandingkan kewajiban kemanusiaannya.

       Tragisnya,anak kecil yang terabadikan di dalam fotonya, yang semula diperkirakan telahmeninggal dan dimakan burung pemakan bangkai itu, ternyata masih hidup.Beberapa hari setelah kematian Kevin Carter, media-media di Amerika Serikat pungencar memberitakan bahwa anak kecil di fotonya itu masih hidup, karenakemudian ada orang lain yang menolongnya.
Pertanyaannya,apakah Kevin Carter telah melanggar etika dalam fotografi? Jawabannya tentubisa diperdebatkan. Tapi, dari sudut pandang fotografi, apa yang dilakukanKevin Carter bukanlah perbuatan yang bisa dikategorikan melanggar etikafotografi. Karena tugas seorang wartawan foto atau fotografer di lapanganadalah memotret. Itu saja. (SEA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar